Saya amat tertarik dengan maklumat yang si sampaikan oleh penulis di bawah" Dipetik dari arruhuljadid86
Snouck Hurgronje mengemukakan ‘Teori Gujerat’ iaitu Islam masuk ke wilayah Nusantara melalui pedagang-pedagang dari Gujerat, India. Benarkah teori beliau ini atau sengaja dimunculkan untuk menutup kebenaran bahawa Islam benar-benar ‘asli’ datang langsung dari Mekah?
Pertama, sejarawan G.R.Tibbetts meneliti hubungan perdagangan antara para pedagang dari Jazirah Arab dengan pedagang dari wilayah Asia Tenggara. Beliau mengakui bahawa wujudnya bukti-bukti adanya hubungan dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu. Ini kerana kepulauan Nusantara telah menjadi persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad ke-5 Masihi.
Kedua, melihat catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7 Masihi , kerajaan Buddha Sriwijaya telah berkuasa ke atas Sumatera. Untuk boleh mendirikan sebuah perkampungan yang berbeza agama dengan agama rasmi kerajaan (Sriwijaya) iaitu agama Islam, tentu memerlukan bertahun-tahun sebelum diizinkan penguasa atau raja. Harus bersosialisasi dengan baik dulu terhadap penguasa Buddha sehingga akrab dan dipercayai oleh kerajaan mahupun rakyat sekitar. Menambah populasi Muslim di wilayah yang sama ini bererti para pedagang Arab ini melakukan pembauran (percampuran) dengan cara menikahi perempuan-perempuan pribumi dan memiliki anak, setelah semua syarat itu dipenuhi, baru mereka (pedagang-pedagang Arab Muslim) boleh mendirikan sebuah kampung di mana nilai-nilai Islam boleh hidup dibawah kekuasaan kerajaan Buddha ini.
Ketiga, perjalanan dari Sumatera ke Mekah pada abad itu menggunakan kapal laut dan transit dulu di Tanjung Comorin, India kononnya memakan waktu 2 tahun setengah sampai ke 3 tahun. Jika tahun 625 Masihi dikurangi 2.5 tahun, maka kita akan dapati tahun 622 Masihi lebih 6 bulan. Untuk melengkapi semua syarat mendirikan sebuah perkampungan Islam seperti yang dinyatakan diatas, setidaknya memerlukan waktu selama 5 sehingga 10 tahun. Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya para pedagang Arab yang mula-mula membawa Islam masuk ke Nusantara adalah generasi pertama para sahabat Rasulullah, segenarasi dengan Saidina Ali bin Abi Talib R.A.
Keempat, sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara sangat yakin Islam masuk ke Nusantara pada saat Rasulullah masih hidup di Mekah dan Madinah. Bahkan Mansyur lebih berani menegaskan bahawa sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, saat masih memimpin kabilah dagang kepunyaan Khadijah ke Syam dan dikenal sebagai seorang pemuda Arab yang berasal dari bangsawan Qurasiy yang jujur, rendah hati, amanah, kuat dan cerdas, disinilah Baginda bertemu dengan para pedagang dari Nusantara yang telah menjangkau ke negeri Syam untuk berdagang. “sebab itu ketika Muhammad diangkat menjadi Rasul dan mendakwahkan Islam , maka para pedagang di Nusantara sudah mengenal beliau dengan baik dan dengan cepat dan dengan tangan terbuka menerima dakwah beliau” katanya.
Kesimpulannya
Teori Snouck Hurgronje, oreintalis Belanda yang dihantar ke Indonesia yang mengatakan Islam masuk ke Nusantara melalui pedagang Gujerat, India terbatal. Kerana para pedagang yang datang dari India, mereka sebenarnya berasal dari Jazirah Arab yang berlayar ke Sumatera (Kota Raja atau Banda Aceh sekarang ini) dan singgah di India yang daratannya merupakan sebuah tanjung besar (Tanjung Comorin) yang menjorok ke tengah Samudera Hindia dan nyaris tepat berada di tengah antara Jazirah Arab dengan Sumatera. Pedagang Arab menjadikan India sebagai tempat transit yang strategic sebelum meneruskan perjalanan ke Sumatera mahupun yang meneruskan ekspedisi ke Kanton. China. Setelah singgah di India beberapa lama, pedagang Arab ini terus berlayar ke Banda Aceh, Barus, menyusuri pesisir Barat Sumatera atau ada juga yang ke Melaka dan ke pelbagai pusat perdagangan di daerah ini sehingga ke pusat Kerajaan Buddah Sriwijaya ( sekitar Palembang ), lalu ada yang melanjutkan ekspedisi ke Cina atau Jawa.
Disebabkan letaknya yang sangat strategic, selain Barus, Banda Aceh telah dikenal sejak zaman dulu. Rute pelayaran perniagaan dari Mekah dan India menuju Melaka, pertama-tama diyakini bersinggungan dulu dengan Banda Aceh, baru menyusur pesisir Barat Sumatera menuju Barus. Dengan demikian, bukan hal yang aneh jika Banda Aceh inilah yang pertama disinari cahaya Islam yang dibawa oleh para pedagang Arab.
Catatan: Klik pada gambar untuk besarkan dan lihat kedudukan Barus antara Singkil dengan Sibolga.
Maklumat dari buku: Gerila Salib di Serambi Mekkah – Dari Zaman Portugis hingga Pasca Tsunami. Karya: Rizki Ridyasmara, Pustaka Al-Kautsar, 2006.
Wilayah Islam di Dunia Melayu
Menurut catatan sejarah, Islam sudah sampai ke BARUS, Sumatra 15 tahun setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, iaitu Tahun 3 Hijrah (625 Masehi). Satu rombongan diketuai oleh Sahabat Rasulullah SAW bernama Abdullah bin Mas'ud RA bersama 100 rombongan Qabilah Tachiek direkodkan sampai ke Barus. Pada ketika itu sudah berlaku perkahwinan antara pedagang Muslim dari Tanah Arab dengan wanita Melayu. Islam sampai ke China lebih awal, iaitu sekitar 616 Masehi (7 tahun sebelum Hijrah) dibawa oleh Sahabat yang bernama Saad bin Abi Waqqas RA. Sahabat bernama Zaid bin Harithah RA di hantar ke alam Melayu pada 35 Hijrah (655 Masehi) iaitu kira-kira 40 tahun setelah Saad RA sampai ke China.
JAMBI (ZABAJ ISLAM) dipercayai merupakan kerajaan Islam paling awal di Nusantara. Secara kebetulan pula, kerajaan inilah yang juga disebut Kerajaan MELAYU. Nama MELAYU dan JAMBI digunakan bersilih-ganti dalam banyak teks sejarah. Perkataan 'MALAYU' ditemui diukir pada sebuah tugu dianggarkan berusia sekitar 1286 Masehi. Ia ditemui di Padang Rocore, berhampiran muara sungai Batang Hari.
BARUS
Berikut adalah petikan mengenai sebahagian dari sejarah Islam di Barus, semoga bermanfaat:
633-661 M
Dikatakan pemerintahan Khulafa Al Rasyidin telah menjalin hubungan dengan beberapa kerajaan di Sumatera, termasuk Mendailing. Tapi hubungan itu masih sekedar hubungan antara negara dalam sebuah upaya untuk menjalin hubungan kerjasama ekonomi. Kapur barus, emas, merica dan rempah-rempah lainnya. Sumatera dikenal dengan istilah Zabag. Beberapa catatan mengenai kedatangan utusan dan pelaut Muslim ke Barus dan pelabuhan Sumatera lainnya yang dikuasasi Sriwijaya pernah didokumentasikan.
661-750 M
Pelaut-pelaut Arab yang Islam mulai berdatangan secara intens di masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Kedatangan mereka untuk misi dagang tersebut telah membentuk kantong-kantong muslim di tanah Mendailing, khususnya Barus, yang tentunya terjadinya transfer ilmu pengetahuan kepada penduduk setempat melalui medium non-formal.
718-726 M
Islam berkembang pesat di tanah Barus. Di lain pihak Islam berkembang di Sumatera masuknya beberapa raja Sriwijaya kepada Islam. Diantaranya Sri Indra Warman di Jambi.
851 M
Seorang pedagang Arab berhasil mendokumentasikan kedatangannya di kota Barus. Laporan Sulaiman itu pada tahun 851 M membicarakan tentang penambangan emas dan perkebunan barus (kamper) di Barus (Ferrand 36).
Dicatat bahwa para pendatang asing seperti Romawi, Yunani, Arab, Cina, India, Persia dan dari kepulauan Indonesia lainnya telah membangun kantong-kantong pemukiman yang lengkap dengan prasarana pendukungnya di Barus. Penambangan emas dan perkebunan kamper tersebut merupakan contoh bahwa kedua komoditas ini telah diolah secara modern dan bukan didapat secara tradisional di hutan-hutan.
Sekarang ini ahli sejarah menemukan bukti-bukti arkeologis yang memperkuat dugaan bahwa sebelum munculnya kerajaan-kerajaan Islam yang awal di Sumatera seperti Peurlak dan Samudera Pasai, yaitu sekitar abad-9 dan 10, di Barus telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat Muslim dengan kehidupan yang cukup mapan (Dada Meuraxa dalam Ali Hasymi, Sejarah Masuk dan Perkembangan Islam di Indonesia, bandung PT Al Maarif 1987). Kehidupan yang mapan itu pula memungkinkan mereka untuk hidup secara permanen di kawasan ini yang sudah pasti didukung oleh sarana pengembangan ilmu pengetahuan agar mereka tidak tertinggal dengan pesaing lainnya.
Sebagai pelabuhan yang sangat masyhur, Barus menjadi tujuan pendidikan tertua bagi masyarakat Mendailing. Hal ini dikarenakan bahwa Barus merupakan wilayah Mendailing yang paling mudah dicapai oleh orang-orang Mendailing dari pedalaman yang ingin menimba ilmu. Jalan-jalan menuju Barus telah dirintis rapi oleh pedagang-pedagang Mendailing yang ingin menjual kemenyan dan membeli produk jadi dari Barus. Sampai era tahun 1980-an, madrasah-madrasah tradisional Barus masih menjadi primadona tujuan pendidikan di tanah Mendailing sebelum akhirnya digantikan oleh Mandailing dengan pesantren-pesantrennya yang sudah modern.
Masuknya gelombang pedagang dan saudagar ke Barus mengakibatkan penduduk lokal Mendailing di lokasi tersebut; Singkil, Fansur, Barus, Sorkam, Teluk Sibolga, Sing Kwang dan Natal memeluk Islam setelah sebelumnya beberapa elemen sudah menganutnya. Walaupun begitu, mayoritas masyarakat Mendailing di sentral Mendailing masih menganut agama pagan sehingga Perang Padre.
Kelompok Marga Tanjung di Fansur, marga Pohan di Barus, Batu Bara di Sorkam kiri, Pasaribu di Sorkam Kanan, Hutagalung di Teluk Sibolga, Daulay di Sing Kwang merupakan komunitas Islam pertama yang menjalankan Islam dengan kaffah.
Rujukan:
http://anakbukitgantang.blogspot.com/2011/03/rahsia-kenapa-bangsa-melayu-terawal.html
ILHAM PERTAPA
Pulau Sumatera |
Snouck Hurgronje mengemukakan ‘Teori Gujerat’ iaitu Islam masuk ke wilayah Nusantara melalui pedagang-pedagang dari Gujerat, India. Benarkah teori beliau ini atau sengaja dimunculkan untuk menutup kebenaran bahawa Islam benar-benar ‘asli’ datang langsung dari Mekah?
Pertama, sejarawan G.R.Tibbetts meneliti hubungan perdagangan antara para pedagang dari Jazirah Arab dengan pedagang dari wilayah Asia Tenggara. Beliau mengakui bahawa wujudnya bukti-bukti adanya hubungan dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu. Ini kerana kepulauan Nusantara telah menjadi persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad ke-5 Masihi.
Kedua, sebuah dokumen kuno asal Tiongkok menyebutkan bahawa, menjelang abad seperempat tahun 700 Masihi atau sekitar tahun 625 Masihi ( berbeza hanya 15 tahun selepas Rasulullah menerima wahyu pertama atau 9 tahun setengah selepas Rasulullah berdakwah secara terang-terangan kepada bangsa Arab ), disebuah pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Buddha Sriwijaya. Orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk tempatan dengan cara menikahi perempuan-perempuan tempatan secara damai.
Dinyatakan juga dalam literature kuno asal Tiongkok tersebut, orang-orang Arab disebut sebagai orang-orang Ta Shih, sedangkan Amirul Mukminin disebut sebagai Tan Mi Mo Ni. Duta Tan Mi Mo Ni iaitu utusan Khalifah telah hadir ke Nusantara pada tahun 651 Masihi atau 31 Hijrah dan menceritakan bahawa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyyah dengan 3 kali berganti kepimpinan. Dengan demikian, duta Muslim ini datang ke Nusantara di perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera pada saat kepimpinan Khalifah Uthman bin ‘Affan (644-656 Masihi). Hanya selang 20 tahun selepas Rasulullah wafat (632 Masihi).
Catatan-catatan kuno itu juga memaparkan bahawa para penziarah Buddha dari Cina sering menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang Arab sejak menjelang abad ke-7 Masihi untuk mengunjungi India dengan singgah di Melaka yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya pada masa itu.
Ketiga, penemuan dari dokumen asal Tiongkok ini diakui oleh Prof.Hamka dengan menyebut bahawa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 Masihi telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan mendiami pesisir Barat Sumatera. Penemuan tersebut mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya Islam di tanah air, kata beliau. Penemuan ini diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University, Amerika, jelasnya.
Keempat, dari berbagai literature menunjukkan bahawa kampung Islam di pesisir Barat Sumatera ini adalah Barus atau disebut juga Fansur, sebuah kota kuno yang berada di kota Singkil dan Sibolga, Aceh (414 km selatan Medan). Saat itu masih termasuk dibawah wilayah kekuasaan Kerajaan Buddha Sriwijaya sehingga mundurnya Sriwijaya, dan berdirinya kerajaan Aceh Darussalam, Barus masuk wilayah Aceh. Mungkin Barus adalah kota tertua di Indonesia melihat kepada seluruh kota-kota di Nusantara, hanya Barus yang disebut-sebut sejak awal Masihi oleh literature-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syria, Armenia, China dan sebagainya.
Kelima, sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, seorang Gubernor Kerajaan Yunani yang berpusat di Iskandariah, Mesir pada abad ke-2 Masihi, menyebutkan bahawa di pesisir Barat Sumatera terdapat sebuah Bandar perniagaan yang bernama Barousai (Barus) yang terkenal sebagai pengeluar wangian dari kapur barus. Bahkan, dikisahkan bahawa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer di sini telah dibawa ke Mesir untuk tujuan pembalseman (awet) mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Firaun Ramses II atau sekitar 5000 tahun sebelum Masihi.
Keenam, buku Nuchbatuddar karya Ad-Dimasyqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuk Islam di Nusantara sekitar abad ke-7 Masihi. Sebuah makam kuno di Kompleks Pemakaman Mahligai, Barus, dibatu nisannya tercatat ‘Sheikh Rukunuddin wafat pada tahun 672 Masihi’. Ini memperkuatkan dugaan bahawa masyarakat Muslim di Barus sudah ada pada era tersebut.
Ketujuh, sebuah team Arkeologi dari Ecole Francaise D’extreme Orient (EFEO) Perancis yang bekerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobo Tua-Barus telah menemukan bahawa sekitar abad ke-9 sehingga 12 Masihi, Barus menjadi sebuah perkampungan multi-etnik dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu dan sebagainya. Team tersebut menemukan banyak benda-benda berkualiti tinggi yang usianya ratusan tahun dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus sangatlah makmur.
Barus dan sekitarnya, banyak pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh dan sebagainya yang hidup dengan berkecukupan. Mereka ada kedudukan baik dan pengaruh cukup besar dalam masyarakat mahupun pemerintahan (Kerajaan Sriwijaya). Bahkan ada yang ikut berkuasa di sejumlah Bandar. Mereka banyak bersahabat, bekeluarga dengan raja, adipati, atau pembesar Sriwijaya lainnya. Sering juga menjadi penasihat raja, adipati atau penguasa setempat. Penduduknya makin ramai memeluk Islam. Bahkan ada raja, adipati atau penguasa setempat yang turut masuk Islam yang tentunya dengan jalan damai.
Kelapan, sejarawan T.W.Arnold menguatkan penemuan bahawa Islam masuk ke Nusantara dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam asal Jazirah Arab sejak abad ke-7 Masihi. Setelah abad ke-7 Masihi, Islam mulai berkembang di kawasan ini, misalnya menurut laporan sejarah negeri Tiongkok bahawa pada tahun 977 Masihi, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara. Bukti lainnya,, di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur, sebuah batu nisan kepunyaan seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun bertanggal tahun 1082 telah ditemukan. Penemuan ini membuktikan bahawa Islam merebak ke Jawa Timur pada abad ke-11 Masihi.
Islam Masuk ke Nusantara Ketika Rasulullah Masih Hidup?
Dari bukti-bukti diatas, dapat kita simpulkan bahawa, Islam masuk ke Nusantara ketika Rasulullah masih hidup.
Pertama, Rasulullah menerima wahyu pertama pada tahun 610 Masihi dan 2 tahun setengah kemudian menerima wahyu kedua (suku tahun pertama tahun 613 Masihi), lalu 3 tahun lamanya berdakwah secara sulit (periode Al-Arqam bin Abi Al-Arqam) sampai sekitar suku tahun pertama tahun 616 Masihi. Setelah itu berdakwah secara terbuka dari Mekah ke seluruh Jazirah Arab. Menurut literature kuno asal Tiongkok tersebut, sekitar tahun 625 Masihi telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah mengisytiharkan dakwah secara terbuka telah ada sebuah perkampungan Islam di pesisir Sumatera.
Catatan-catatan kuno itu juga memaparkan bahawa para penziarah Buddha dari Cina sering menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang Arab sejak menjelang abad ke-7 Masihi untuk mengunjungi India dengan singgah di Melaka yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya pada masa itu.
Ketiga, penemuan dari dokumen asal Tiongkok ini diakui oleh Prof.Hamka dengan menyebut bahawa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 Masihi telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan mendiami pesisir Barat Sumatera. Penemuan tersebut mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya Islam di tanah air, kata beliau. Penemuan ini diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University, Amerika, jelasnya.
Keempat, dari berbagai literature menunjukkan bahawa kampung Islam di pesisir Barat Sumatera ini adalah Barus atau disebut juga Fansur, sebuah kota kuno yang berada di kota Singkil dan Sibolga, Aceh (414 km selatan Medan). Saat itu masih termasuk dibawah wilayah kekuasaan Kerajaan Buddha Sriwijaya sehingga mundurnya Sriwijaya, dan berdirinya kerajaan Aceh Darussalam, Barus masuk wilayah Aceh. Mungkin Barus adalah kota tertua di Indonesia melihat kepada seluruh kota-kota di Nusantara, hanya Barus yang disebut-sebut sejak awal Masihi oleh literature-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syria, Armenia, China dan sebagainya.
Kelima, sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, seorang Gubernor Kerajaan Yunani yang berpusat di Iskandariah, Mesir pada abad ke-2 Masihi, menyebutkan bahawa di pesisir Barat Sumatera terdapat sebuah Bandar perniagaan yang bernama Barousai (Barus) yang terkenal sebagai pengeluar wangian dari kapur barus. Bahkan, dikisahkan bahawa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer di sini telah dibawa ke Mesir untuk tujuan pembalseman (awet) mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Firaun Ramses II atau sekitar 5000 tahun sebelum Masihi.
Keenam, buku Nuchbatuddar karya Ad-Dimasyqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuk Islam di Nusantara sekitar abad ke-7 Masihi. Sebuah makam kuno di Kompleks Pemakaman Mahligai, Barus, dibatu nisannya tercatat ‘Sheikh Rukunuddin wafat pada tahun 672 Masihi’. Ini memperkuatkan dugaan bahawa masyarakat Muslim di Barus sudah ada pada era tersebut.
Ketujuh, sebuah team Arkeologi dari Ecole Francaise D’extreme Orient (EFEO) Perancis yang bekerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobo Tua-Barus telah menemukan bahawa sekitar abad ke-9 sehingga 12 Masihi, Barus menjadi sebuah perkampungan multi-etnik dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu dan sebagainya. Team tersebut menemukan banyak benda-benda berkualiti tinggi yang usianya ratusan tahun dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus sangatlah makmur.
Barus dan sekitarnya, banyak pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh dan sebagainya yang hidup dengan berkecukupan. Mereka ada kedudukan baik dan pengaruh cukup besar dalam masyarakat mahupun pemerintahan (Kerajaan Sriwijaya). Bahkan ada yang ikut berkuasa di sejumlah Bandar. Mereka banyak bersahabat, bekeluarga dengan raja, adipati, atau pembesar Sriwijaya lainnya. Sering juga menjadi penasihat raja, adipati atau penguasa setempat. Penduduknya makin ramai memeluk Islam. Bahkan ada raja, adipati atau penguasa setempat yang turut masuk Islam yang tentunya dengan jalan damai.
Kelapan, sejarawan T.W.Arnold menguatkan penemuan bahawa Islam masuk ke Nusantara dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam asal Jazirah Arab sejak abad ke-7 Masihi. Setelah abad ke-7 Masihi, Islam mulai berkembang di kawasan ini, misalnya menurut laporan sejarah negeri Tiongkok bahawa pada tahun 977 Masihi, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara. Bukti lainnya,, di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur, sebuah batu nisan kepunyaan seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun bertanggal tahun 1082 telah ditemukan. Penemuan ini membuktikan bahawa Islam merebak ke Jawa Timur pada abad ke-11 Masihi.
Islam Masuk ke Nusantara Ketika Rasulullah Masih Hidup?
Dari bukti-bukti diatas, dapat kita simpulkan bahawa, Islam masuk ke Nusantara ketika Rasulullah masih hidup.
Pertama, Rasulullah menerima wahyu pertama pada tahun 610 Masihi dan 2 tahun setengah kemudian menerima wahyu kedua (suku tahun pertama tahun 613 Masihi), lalu 3 tahun lamanya berdakwah secara sulit (periode Al-Arqam bin Abi Al-Arqam) sampai sekitar suku tahun pertama tahun 616 Masihi. Setelah itu berdakwah secara terbuka dari Mekah ke seluruh Jazirah Arab. Menurut literature kuno asal Tiongkok tersebut, sekitar tahun 625 Masihi telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah mengisytiharkan dakwah secara terbuka telah ada sebuah perkampungan Islam di pesisir Sumatera.
Kedua, melihat catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7 Masihi , kerajaan Buddha Sriwijaya telah berkuasa ke atas Sumatera. Untuk boleh mendirikan sebuah perkampungan yang berbeza agama dengan agama rasmi kerajaan (Sriwijaya) iaitu agama Islam, tentu memerlukan bertahun-tahun sebelum diizinkan penguasa atau raja. Harus bersosialisasi dengan baik dulu terhadap penguasa Buddha sehingga akrab dan dipercayai oleh kerajaan mahupun rakyat sekitar. Menambah populasi Muslim di wilayah yang sama ini bererti para pedagang Arab ini melakukan pembauran (percampuran) dengan cara menikahi perempuan-perempuan pribumi dan memiliki anak, setelah semua syarat itu dipenuhi, baru mereka (pedagang-pedagang Arab Muslim) boleh mendirikan sebuah kampung di mana nilai-nilai Islam boleh hidup dibawah kekuasaan kerajaan Buddha ini.
Ketiga, perjalanan dari Sumatera ke Mekah pada abad itu menggunakan kapal laut dan transit dulu di Tanjung Comorin, India kononnya memakan waktu 2 tahun setengah sampai ke 3 tahun. Jika tahun 625 Masihi dikurangi 2.5 tahun, maka kita akan dapati tahun 622 Masihi lebih 6 bulan. Untuk melengkapi semua syarat mendirikan sebuah perkampungan Islam seperti yang dinyatakan diatas, setidaknya memerlukan waktu selama 5 sehingga 10 tahun. Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya para pedagang Arab yang mula-mula membawa Islam masuk ke Nusantara adalah generasi pertama para sahabat Rasulullah, segenarasi dengan Saidina Ali bin Abi Talib R.A.
Sumatera Utara |
Kesimpulannya
Teori Snouck Hurgronje, oreintalis Belanda yang dihantar ke Indonesia yang mengatakan Islam masuk ke Nusantara melalui pedagang Gujerat, India terbatal. Kerana para pedagang yang datang dari India, mereka sebenarnya berasal dari Jazirah Arab yang berlayar ke Sumatera (Kota Raja atau Banda Aceh sekarang ini) dan singgah di India yang daratannya merupakan sebuah tanjung besar (Tanjung Comorin) yang menjorok ke tengah Samudera Hindia dan nyaris tepat berada di tengah antara Jazirah Arab dengan Sumatera. Pedagang Arab menjadikan India sebagai tempat transit yang strategic sebelum meneruskan perjalanan ke Sumatera mahupun yang meneruskan ekspedisi ke Kanton. China. Setelah singgah di India beberapa lama, pedagang Arab ini terus berlayar ke Banda Aceh, Barus, menyusuri pesisir Barat Sumatera atau ada juga yang ke Melaka dan ke pelbagai pusat perdagangan di daerah ini sehingga ke pusat Kerajaan Buddah Sriwijaya ( sekitar Palembang ), lalu ada yang melanjutkan ekspedisi ke Cina atau Jawa.
Disebabkan letaknya yang sangat strategic, selain Barus, Banda Aceh telah dikenal sejak zaman dulu. Rute pelayaran perniagaan dari Mekah dan India menuju Melaka, pertama-tama diyakini bersinggungan dulu dengan Banda Aceh, baru menyusur pesisir Barat Sumatera menuju Barus. Dengan demikian, bukan hal yang aneh jika Banda Aceh inilah yang pertama disinari cahaya Islam yang dibawa oleh para pedagang Arab.
Catatan: Klik pada gambar untuk besarkan dan lihat kedudukan Barus antara Singkil dengan Sibolga.
Maklumat dari buku: Gerila Salib di Serambi Mekkah – Dari Zaman Portugis hingga Pasca Tsunami. Karya: Rizki Ridyasmara, Pustaka Al-Kautsar, 2006.
Kronologi pengIslaman Raja Raja Melayu
Nabi Muhammad SAW diangkat jadi Rasul = (610 Masehi, 13 tahun sebelum Hijrah).
1 Hijrah = 622 Masehi. Rasulullah SAW wafat = 11 Hijrah (632 Masehi)
Perkampungan Islam wujud di BARUS, Sumatera = 3 Hijrah (625 Masehi).
Saidina Zaid bin Harithah dihantar ke LAMURI, Sumatera = 35 Hijrah (655 Masehi).
Kesultanan ZABAJ ISLAM (Jambi) = 99 Hijrah (718 Masehi).
Kesultanan SAMUDERA = 205 Hijrah (820 Masehi).
Kesultanan PERLAK = 225 Hijrah (840 Masehi)
Kesultanan LAMURI = 349 Hijrah (960 Masehi)
Kesultanan LANGKASUKA = 530 Hijrah (1136 Masehi).
Kesultanan PASAI = 665 Hijrah (1267 Masehi)
Kesultanan ACEH DARUSSALAM = 901 Hijrah (1496 Masehi)
Nabi Muhammad SAW diangkat jadi Rasul = (610 Masehi, 13 tahun sebelum Hijrah).
1 Hijrah = 622 Masehi. Rasulullah SAW wafat = 11 Hijrah (632 Masehi)
Perkampungan Islam wujud di BARUS, Sumatera = 3 Hijrah (625 Masehi).
Saidina Zaid bin Harithah dihantar ke LAMURI, Sumatera = 35 Hijrah (655 Masehi).
Kesultanan ZABAJ ISLAM (Jambi) = 99 Hijrah (718 Masehi).
Kesultanan SAMUDERA = 205 Hijrah (820 Masehi).
Kesultanan PERLAK = 225 Hijrah (840 Masehi)
Kesultanan LAMURI = 349 Hijrah (960 Masehi)
Kesultanan LANGKASUKA = 530 Hijrah (1136 Masehi).
Kesultanan PASAI = 665 Hijrah (1267 Masehi)
Kesultanan ACEH DARUSSALAM = 901 Hijrah (1496 Masehi)
Wilayah Islam di Dunia Melayu
Menurut catatan sejarah, Islam sudah sampai ke BARUS, Sumatra 15 tahun setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, iaitu Tahun 3 Hijrah (625 Masehi). Satu rombongan diketuai oleh Sahabat Rasulullah SAW bernama Abdullah bin Mas'ud RA bersama 100 rombongan Qabilah Tachiek direkodkan sampai ke Barus. Pada ketika itu sudah berlaku perkahwinan antara pedagang Muslim dari Tanah Arab dengan wanita Melayu. Islam sampai ke China lebih awal, iaitu sekitar 616 Masehi (7 tahun sebelum Hijrah) dibawa oleh Sahabat yang bernama Saad bin Abi Waqqas RA. Sahabat bernama Zaid bin Harithah RA di hantar ke alam Melayu pada 35 Hijrah (655 Masehi) iaitu kira-kira 40 tahun setelah Saad RA sampai ke China.
JAMBI (ZABAJ ISLAM) dipercayai merupakan kerajaan Islam paling awal di Nusantara. Secara kebetulan pula, kerajaan inilah yang juga disebut Kerajaan MELAYU. Nama MELAYU dan JAMBI digunakan bersilih-ganti dalam banyak teks sejarah. Perkataan 'MALAYU' ditemui diukir pada sebuah tugu dianggarkan berusia sekitar 1286 Masehi. Ia ditemui di Padang Rocore, berhampiran muara sungai Batang Hari.
BARUS
Berikut adalah petikan mengenai sebahagian dari sejarah Islam di Barus, semoga bermanfaat:
633-661 M
Dikatakan pemerintahan Khulafa Al Rasyidin telah menjalin hubungan dengan beberapa kerajaan di Sumatera, termasuk Mendailing. Tapi hubungan itu masih sekedar hubungan antara negara dalam sebuah upaya untuk menjalin hubungan kerjasama ekonomi. Kapur barus, emas, merica dan rempah-rempah lainnya. Sumatera dikenal dengan istilah Zabag. Beberapa catatan mengenai kedatangan utusan dan pelaut Muslim ke Barus dan pelabuhan Sumatera lainnya yang dikuasasi Sriwijaya pernah didokumentasikan.
661-750 M
Pelaut-pelaut Arab yang Islam mulai berdatangan secara intens di masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Kedatangan mereka untuk misi dagang tersebut telah membentuk kantong-kantong muslim di tanah Mendailing, khususnya Barus, yang tentunya terjadinya transfer ilmu pengetahuan kepada penduduk setempat melalui medium non-formal.
718-726 M
Islam berkembang pesat di tanah Barus. Di lain pihak Islam berkembang di Sumatera masuknya beberapa raja Sriwijaya kepada Islam. Diantaranya Sri Indra Warman di Jambi.
851 M
Seorang pedagang Arab berhasil mendokumentasikan kedatangannya di kota Barus. Laporan Sulaiman itu pada tahun 851 M membicarakan tentang penambangan emas dan perkebunan barus (kamper) di Barus (Ferrand 36).
Dicatat bahwa para pendatang asing seperti Romawi, Yunani, Arab, Cina, India, Persia dan dari kepulauan Indonesia lainnya telah membangun kantong-kantong pemukiman yang lengkap dengan prasarana pendukungnya di Barus. Penambangan emas dan perkebunan kamper tersebut merupakan contoh bahwa kedua komoditas ini telah diolah secara modern dan bukan didapat secara tradisional di hutan-hutan.
Sekarang ini ahli sejarah menemukan bukti-bukti arkeologis yang memperkuat dugaan bahwa sebelum munculnya kerajaan-kerajaan Islam yang awal di Sumatera seperti Peurlak dan Samudera Pasai, yaitu sekitar abad-9 dan 10, di Barus telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat Muslim dengan kehidupan yang cukup mapan (Dada Meuraxa dalam Ali Hasymi, Sejarah Masuk dan Perkembangan Islam di Indonesia, bandung PT Al Maarif 1987). Kehidupan yang mapan itu pula memungkinkan mereka untuk hidup secara permanen di kawasan ini yang sudah pasti didukung oleh sarana pengembangan ilmu pengetahuan agar mereka tidak tertinggal dengan pesaing lainnya.
Sebagai pelabuhan yang sangat masyhur, Barus menjadi tujuan pendidikan tertua bagi masyarakat Mendailing. Hal ini dikarenakan bahwa Barus merupakan wilayah Mendailing yang paling mudah dicapai oleh orang-orang Mendailing dari pedalaman yang ingin menimba ilmu. Jalan-jalan menuju Barus telah dirintis rapi oleh pedagang-pedagang Mendailing yang ingin menjual kemenyan dan membeli produk jadi dari Barus. Sampai era tahun 1980-an, madrasah-madrasah tradisional Barus masih menjadi primadona tujuan pendidikan di tanah Mendailing sebelum akhirnya digantikan oleh Mandailing dengan pesantren-pesantrennya yang sudah modern.
Masuknya gelombang pedagang dan saudagar ke Barus mengakibatkan penduduk lokal Mendailing di lokasi tersebut; Singkil, Fansur, Barus, Sorkam, Teluk Sibolga, Sing Kwang dan Natal memeluk Islam setelah sebelumnya beberapa elemen sudah menganutnya. Walaupun begitu, mayoritas masyarakat Mendailing di sentral Mendailing masih menganut agama pagan sehingga Perang Padre.
Kelompok Marga Tanjung di Fansur, marga Pohan di Barus, Batu Bara di Sorkam kiri, Pasaribu di Sorkam Kanan, Hutagalung di Teluk Sibolga, Daulay di Sing Kwang merupakan komunitas Islam pertama yang menjalankan Islam dengan kaffah.
Rujukan:
http://anakbukitgantang.blogspot.com/2011/03/rahsia-kenapa-bangsa-melayu-terawal.html
ILHAM PERTAPA